Tomanurung ri Tamalate
To Manurung
A.
Tomanurung ri Tamalate
TOMANURUNG di
dalam lontara, tidak disebutkan To Manurung ri Tamalate sebagai seseorang yang
“turun dari langit”. Disebut sebagai To Manurung oleh karena tidak diketahui
dari mana asal usulnya, dan siapa ayah dan ibunya. Dalam bahasa lontara
dinyatakan : “nanikanamo to manurung ka taena niassengngi kabattuanna”, maka
disebutlah To Manurung karena tidak diketahui dari mana asal kedatangannya.
Ketika wilayah-wilayah yang dipimpin para Gallarang di Gowa terus menerus berselisih,
bahkan berperang satu dengan yang lain, dan ketika tiada aturan hokum yang
ditaati oleh para Gallarang dan rakyatnya, dan ketika berlaku hukum rimba’ yang
kuat menelan yang lemah maka To Manurung ditemukan pada suatu bukit di
Tamalate. Ia ditemukan setelah terjadinya peristiwa alam yang dahsyat. Dalam
lontara diceritakan bahwa orang-orang melihat ada cahaya terang bersinar dari
suatu bukit. Ketika para Gallarang bersama Paccallaya disertai penduduk
mendekati bukit tersebut, ternyata di bukit itu dilihat seorang putrid, dari
mana cahaya itu bersumber. Paccallaya dengan sigap berseru : “Sombai karaennu
tu Gowa”, “sembahlah rajamu, wahai orang Gowa”. Putri itulah yang disebut To
Manurung yang dirajakan di Gowa. Meskipun dalam lontara tidak disebutkan bahwa
To Manurung berasal dari langit. Riwayat To Manurung itupun menjadi suatu
mitos, menjadi salah satu unsure dalam system kepercayaan orang Gowa, yang
sekaligus menjadi unsur penting dalam pemberian legitimasi politik kekuasaan
dan kewenangan To Manurung dan turunannya untuk menjadi penguasa yang disembah
(somboya) di Gowa. Atas dasar kepercayaan sebagai turunan langit itu pulalah
terbangun suatu system pelapisan social itu. Sperti dikemukaan Mattulada,
kedatangan To Manurung dihajatkan guna mengakhiri konflik berkepanjangan, suata
rekayasa dan mitos politik penyelesaian konflik sekaligus membangun suatu
dinasti, dengan pimpinan kekuasaan yang diciptakan dengan cara luar biasa dan
cerdik (Mattulada, 1998-an). Penyebaran Kisah To Manurung secara lisan sebagai
turunan langit, pelembagaan benda-benda tertentu sebagai benda sacral yang
disebut Kalompong (tanda kebesaran), penentuan berbagai property simbolik bagi
lapisan Raja, Karaeng dan turunan Raja, Anak Kareang serta penyelenggaraan
berbagai ritus yang disakralkan, menjadi bagian yang sangat penting untuk
membangun kepercayaan dan kepatuhan rakyat kepada To Manurung dan turunannya.
Akan tetapi yang lebih penting diperhatikan adalah kontrak politik yang
menyertai mitos itu. Sesungguhnya substansi utama mitos To Manurung terletak
pada kontrak politik itu. Kontrak politik yang terjadi sekitar abad ke-13 atau
kurang lebih 800 tahun yang lalu itu sendiri merupakan sesuatu yang luar biasa.
Peristiwa kontak politik itu terjadi mendahului teori-teori Thomas Hobbes dan
Montesque abad ke-18 yang berbicara tentang kontrak social. Ciptaan yang luar
bias dan cerdik yang berupa mitos To Manurung tersebut memungkinkan substansi
utama yang hendak dikemukakan lebih dapat berterima oleh rakyat dan warga
Kerajaan Gowa. Metode penyampaian yang digunakan dan pemikiran yang terkandung
dalam kontrak politik itu tetap merupakan suatu penanda tingkat kemampuan
berpikir dan kecerdasan orang Gowa masa itu. Sesuatu peninggalan budaya yang
membanggakan.