Raja Gowa IX
Raja Gowa IX
KARAENG TUMAPAKRISIK KALLONNA
I Mannuntungi Daeng Matanre Karaeng Tumapakrisik Kallonna
adalah putra Raja Gowa VII Batara Gowa dari Permaisuri keduanya bernama I Rerasi, salah seorang bangsawan
Tallo, Beliau adalah saudara tiri dari I Pakkere’ Tau (Raja Gowa VIII) Karaeng
Garassik dan Karaeng ri Bone.
Karaeng Tumapakrisik Kallonna
adalah Raja yang memiliki sifat-sifat istimewa, seperti memiliki pemikiran yang
cerdas, berani dan berbudi pekerti.
Selama memimpin Kerajaan Gowa,
beliau punya pemikiran strategi untuk memajukan Gowa. Menurutnya, kalau Ibukota
Kerajaan Gowa tetap berada di Bukit Tamalate, sampai kapanpun Gowa tak akan
bisa maju. Untuk mencapai kemajuan, maka Ibukota kerajaan harus dipindahkan ke
daerah pesisir. Sebab di darah pesisir inilah, Gowa akan terbuka bagi Dunia
luar.
Dari konsep pemikiran itulah,
Ibukota Kerajaan Gowa dipindahkan dari Bukit Tamalate ke Sombaopu. Atas
perintah Karaeng, masyarakat ramai-ramai membangun Istana di pesisir Sombaopu.
Kemudian di sekitar Istana itu dibuatkan Benteng yang terbuat dari gundukan
tanah liat dan di di pesisir dibangun sebuah Dermaga yang nantinya bisa menjadi
pelabuhan bagi kapal-kapal niaga yang berlayar ke Wilayah Timur Nusantara ini.
Dari upaya Karaeng Tumapakrisik
Kallonna inilah, Gowa tidak hanya dikenal sebagai kerjaan Agraris, juga Kerajaan
Maritim. Ditangannyalah, Gowa telah berhasil mencapai kemajuan di berbagai
bidang utamanya di bidang sosial, ekonomi dan politik.
Dermaga yang telah dibangun juga
mengalami perkembangan pesat. Apalagi setelah Malaka jatuh di tangan Portugis
pada tahun 1512, maka perhatian pedagang dari luar negeri beralih ke Dermaga
Somba Opu. Pada tahun 1512 orang-orang melayu minta izin untuk berniaga di
Makassar disusul Bangsa lainnya, seperti orang Portugis, Spanyol dan Belanda
serta Bangsa lainnya. Kedatangan mereka ke Somba Opu, karena di Wilayah Timur
Nusantara ini sangat kaya akan rempah-rempah.
Kemajuan yang telah dicapai oleh
Gowa saat itu, sehingga Karaeng Tumapakrisik Kallonna mengangkat beberapa
Pejabat Kerajaan yang menduduki jabatan strategis, seperti jabatan syahbandar
(Subannara) yang dipercayakan pada Daeng Pammatte, juga mengangkat Tumailalang
yang bertugas mengurusi kepentingan kerajaan, dan mengangkat beberapa
Gallarrang (Kepala Kampung) di wilayah Kerajaan Gowa.
Disamping itu Karaeng Tumapakrisik
Kallonna merintis adanya upaya pencatatan beberapa peristiwa bersejarah dalam
lingkungan Kerajaan Gowa – Tallo. Untuk membuat catatan seperti yang diinginkan
itu, beliau menyuruh Daeng Pamatte untuk menciptakan aksara Makassar. Aksara
ini kemudian dikenal dengan nama Aksara Lontara.
Dengan adanya Aksara Lontara inilah,
maka mulai saat itu, telah dicatat beberapa peristiwa penting dalam sebuah buku
yang disebut Lontara Bilang
(Kronik). Dari catatan bersejarah inilah yang menjadi sumber sejarah outentik
yang diwariskan dari generasi ke generasi. Lontara Bilang yang ditulis itu kini
dikenal dengan nama Lontara Bilang Gowa Tallo.
Dalam masa pemerintahan Karaeng
Tumapakrisik Kallonna, Kerajaan Gowa telah menggoreskan arti penting bagi
sejarah ketimuran Nusantara khususnya di bagian Timur Indonesia. Pada masanya,
Ibukota Sombaopu dibangun dan dikembangkan sehingga mencapai kemajuan sebagai
bandar niaga terbesar, bukan hanya di Nusantara bahkan di Asia Tenggara.
Kedatangan orang Portugis di
Makassar telah banyak mendapati kapal-kapal orang Makassar yang berkeliaran di
sekeliling nusantara, bahkan sampai di India, Siam (Muangthai) dan Filipina
Selatan (Mindanao). Portugis merupakan orang Eropa pertama yang datang ke
Makassar dan banyak menjalin hubungan persahabatan dan hubungan dagang dengan
Kerajaan Gowa.
Masuknya orang asing ke Makassar
membuat Karaeg Tumapakrisik Kallonna harus lebih hati-hati. Beliau membangun
Benteng pertahanan di sombaopu pada tahun 1512 yang terbuat dari gundukan
tanah. Benteng itu kemudian direnovasi oleh Raja Gowa X Tunipallangga Ulaweng
menjadi tembok bata yang lebih kokoh. Kemudian di sepanjang pesisir juga
dibangun beberapa anak benteng, seperti Benteng Tallo, Ujung Pandang, Mariso,
Panakkukang, Garassi, Galesong, Barombong, Anak Gowa dan Benteng Kalegowa.
Karaeng Tumapakrisik Kallonna
yang terkenal keberaniannya, juga berusaha memperluas wilayah kekuasaannya.
Atas usahanya itu, Karaeng Tumapakrisik Kallonna berhasil menaklukkan beberapa
negeri, seperti Garassik, Katingang, Siang (Pangkaje’ne), Sidenreng, Marusu,
Bulukumba, Selayar, Panaikang, Mandalle, Cempaga, Polongbangkeng,, dll.
Baginda mengadakan traktat dengan
Raja Marusu yang digelar Karaeng Loe ri Pakere’ dan Raja Bone La Ulio BottoE
MatinroE ri Itterung dan Karaeng Loe ri Bajeng. Selanjutnya baginda jadikan
negeri Sanrobone, Jipang, Galesong, Agang Nionjok (sekarang Tanete), Kahu,
Pakombong sebagai Kerajaan Palilik.
Gowa dibawa Karaeng Tumapakrisik
Kallonna juga pernah berperang melawan Tallo yang saat itu dijabat oleh
Mangayaoang Berang Karaeng Pasi yang lasim disebut Karaeng Tunipasuru. Dalam
peperangan itu, Raja Tallo dibantu oleh I Mappasomba Daeng Uraga, Karaeng Loe
ri Pakere dan Daeng Passari Karaeng Loe ri Bajeng. Dalam peperangan itu, Tallo
dan sekutunya kalah. Saat itu pula dibuat perjanjian perdamaian yang kekal yang
isinya (Barangsiapa yang hendak mencoba
memperselisihkan Gowa dan Tallo, akan dikutuk oleh Dewata”. dari
perjanjian itu pulalah, Raja Tallo I Mangayaoang Berang Karaeng Pasi menjadi
Mangkubumi Kerajaan Gowa pertama.
Karaeng Tumapakrisik
Kallonna mangkat pada tahun 1547 setelah 36 tahun memerintah Kerajaan
Gowa. Dia mangkat karena menderita penyakit leher sehingga ia digelar Karaeng
Tumapakrisik Kallonna (Raja yang sakit leher).