Raja Gowa VII
Raja Gowa VII
BATARA GOWA
Setelah Raja
Tunatangkalopi wafat, beliau kemudian digantikan oleh anaknya Batara Gowa
yang menjadi Raja Gowa. Walau anaknya sudah membagi kekuasaan untuk kedua
putranya yakni Gowa dan Tallo, tetapi perselisihan dari kedua putranya itu tak
terelakkan lagi.
Dari perselisihan kedua
bersaudara ini, Karaengloe ri Sero mengalah dan ia pergi merantau ke tanah
jawa. Karena Gallarrang yang masuk Wilayah Tallo terjadi kevakuman
Pemerintahan, maka Gallarrang ikut pada Batara Gowa. Dalam kondisi demikian,
Batar Gowa mendaulat kekuasaan Karaeng Loe ri Sero atas Gallarrangnya.
Setelah mengembara ke Tanah Jawa,
akhirnya Karaeng Loe ri Sero kembalinya ke Negerinya di Tallo. Ia kemudian
tinggal di sebuah pemukiman dekat sungai. Tempat itu kemudian diberi nama
Passiknang (bersedih). Nama ini kemudian berubah menjadi Paccinang. Penamaan
demikian karena Karaeng Loe ri Sero bersedih hati karena perbuatan Batara Gowa
atas dirinya, sehingga beliau ke tanah Jawa.
Karaeng Loe ri Sero masih dalam
keadaan bersedih, kedua sahabatnya yang menjadi Raja di Batuwa dan Bira yakni
Karaeng Loe ri Bentang dan Karaeng Loe ri Bira mendatanginya.. kedua Karaeng
Loe ini minta pada Karaeng Loe ri Sero agar sudi meninggalkan Paccinang dan
tinggal di Kampung Batuwa yang masih dalam wilayah kekuasaan Karaeng Loe ri
Bira.
Agar Karaeng Loe ini mau
mengikuti ajakan kedua rekannya itu, kedua Karaeng Loe ini bersepakat untuk
mengakui dan memperlakukan Karaeng Loe ri Sero sebagai Raja yang kedudukannya
lebih tinggi dari mereka
Karaeng Loe ri Sero merasa
mendapat kehormatan, dan disitulah semangatnya mulai bangkit untuk melaksanakan
Pemerintahan. Tempat Pemerintahannya itu kemudian diberi nama Tallo. Saat
itulah Kerajaan Tallo mulai berdiri dan Karaeng Karaeng Loe ri Sero menjadi
Raja pertama.
Karaeng Loe ri Sero merasa
dihargai dan sudah memiliki kekuasaan di Wilayah Kerajaan Tallo, maka lambat
laun permusuhannya dengan Raja Batara Gowa berangsur-angsur mereda dan akhirnya
bersahabat. Dalam kondisi demikian rakyat dikedua Kerajaan itu berikrar :
“
Iya-iyannamo Tau Ampasisallaki Gowa na Tallo, Iamo Tau Nicalla ri Rewataya”.
(barang siapa yang berupaya
memisahkan Kerajaan Gowa dan Tallo, ia akan dikutuk oleh Dewata).
Sejak saat itulah, Gowa – Tallo
menjadi sebuah Kerajaan kembar. Pemerintah dan rakyat saat itu dikenal istilah Rua Karaeng Se’re Ata (dua Raja
tapi satu rakyat).