Sejarah To Manurung dan Bambapuang
Sejarah To Manurung dan
Bambapuang
Menurut cerita orang tua
kita dahulu mengatakan bahwa pada waktu dataran Pinrang dan Sidenreng Rappang
masih lautan datanglah orang-orang naik perahu masuk kepedalaman melalui sungai
Saddang langsung ke Tana Toraja dan sebahagian mendarat dikampung Papi mendaki
kegunung Bambapuang, di kampung Kotu Enrekang membangun perkampungan,
orang-orang inilah yang pertama datang di Masserempulu dan Malepon Bulan Tanah
Toraja sebagai penduduk asli. Keterangan orang-orang tua kita ini adalah sesuai
dengan pendapat ahli sejarah kita bahwa penduduk asli Sulawesi Selatan adalah
orang-orang Annam, Dongson Indo Cina dan Mongolia yang datang melalui pulau
Kalimantan pada kira-kira 1500 tahun sebelum masehi.
Penduduk asli di gunung
Bambapuang ini tersebar ke Timur daerah Duri, ke Selatan daerah Maiwa
Sidenreng, ke Barat daerah Pinrang dan Polmas ke Utara daerah Tana Toraja
bertemu dengan penduduk asli disana yang naik perahu melalui sungai saddang.
Penduduk asli di Bambapuang ini membangun Kampung Rura di sebelah timur gunung
Bambapuang dan kampung Tinggallung di sebelah baratnya. Dan penduduk kampung
Rura dan Tinggallung membangun kampung Papi, Kotu, Kaluppini, Bisang, Leoran,
Tanete Carruk dan kampung-kampung didaerah Maiwa, Duri, Pinrang, Binuang, Tanah
Toraja bagian selatan.
Beberapa ratus tahun
kemudian datanglah beberapa Tomanurun didaerah Tana Toraja dan Masserempulu,
antara lain Tomanurun Puang Tamboro Langi, To Matasak Malepon Bulan di Kandora
Mengkendek Tallulembangna Tanah Toraja dengan istrinya Tomanurun Puang
Sandabilik di Kairo Sangalla Tallulembangna Tanah Toraja. Tomanurun
Wellangrilangi di gunung Bambapuang kampung Kotu Enrekang. Tomanurun Guru
Sellang Puang Palipada dibuli Palli Posi Tanah kampung Kaluppini Enrekang yang
berasal dari Luwu bersama istrinya Embong Bulan dari Malepon Bulan Tana Toraja.
Karena cara berfikir
Tomanurun lebih maju daripada penduduk asli maka Tomanurun mengajar kepada
penduduk asli adat istiadat dan membibing cara hidup yang lebih teratur sampai
kepada kelompok penduduk asli dengan nama Pake mengangkat Tomanurun menjadi
pimpinannya. Dimana Tomanurun menjalankan kepemimpinannya berdasarkan
kerakyatan, kemanusiaan dan keadilan. Akan tetapi setelah keturunannya menjadi
Pemimpin dengan istilah Raja/Datu/Karaeng/Puang/Arung dll.
Kita bersyukur karena
pada abad XX. Masehi sekarang ternyata masih banyak keturunan Tomanurun di
daerah kita yang masih berpegang kepada kepemimpinan Tomanurun ialah
kemanusiaan, keadilan dan kerakyatan, karena terbukti didalam Revolusi 17
Agustus 1945 menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, banyak keturunan
Tomanurun yang turut berjuang dan menjadi pemimpin sampai sekarang di segala
bidang. Mereka ini masih memiliki kepribadian dan mempertahankan nilai-nilai
leluhur ialah rasa kemanusiaan, rasa kekeluargaan, dan gotong royong atau
tolong menolong terutama tetap memelihara hubungan keluarga atau famili.