to manurung di kerajaan tanete
. Kerajaan Tanete
Mula-mula namanya
Pujananting kemudian menjadi Agangnionjo dan akhirnya menjadi Tanete. Pada
sekitar abad ke-17 disebut Agang Nionjo konon karena letaknya strategis dan
selalu dilewati orang daerah lain, jalan ini dalam bahasa makassar (agang)
dilewati (nionjo).
Kerajaan Agangnionjo
(Tanete) mulai berdiri disekitar abad ke-XVI, pada tahun 1547 Masehi, dengan
rajanya yang pertama Datu Golla’E. luas kerajaan Agangnionjo sekitar 465
km2 dengan batasan wilayah sebagai berikut :
- Sebelah
Utara berbatasan dengan Barru
- Sebelah
Timur berbatasan dengan Bone dan Soppeng
- Sebelah
Barat berbatasan dengan Selat Makassar
- Sebelah
Selatan berbatasan dengan Pangkajene Kepulauan
Pada masa penjajahan VOC
atau Belanda, ibu kotanya adalah “Pancana” dan sejak tahun 1950 dipindahkan ke
Pekkae. Demikianlah di Tanete, sepasang To Manurung yang
dijumpai di jangan-jangan oleh Arung Pangi dan Arung Alekale sewaktu berburu
dikehendaki menjadi Raja, namun karena alasan tertentu malah meminta Datu
Golla’E dari segeri menjadi pemimpin. Barulah raja kedua Tanete dijabat sebenar
oleh orang To Manurung tersebut.
To Manurung mula-mula
dijumpai di daerah jangan-jangan suatu gugusan perbukitan di gunung Lakoajang
kecamatan Pujananting yang berbatasan dengan Kabupaten Bone disebelah timur,
Pangkep disebelah barat, dan kabupaten Maros disebelah tenggara. Orang-orang
pangi berburu, mendapati sepasang suami isteri yang berdiam di suatu gua,
dimana keperluan sehari-harinya banyak disediakan oleh burung (Jangang)
(makassar). Mereka mengatakan orang pangi, bahwa mereka tidak mengetahui
asal-usulnya. Orang Pangi memanggil tetangganya ale kale untuk mengajak orang
ini turun kekampung dan tinggal bersama mereka.
Setelah waktu berlalu,
orang yang dianggap To Manurung ini telah mempunyai empat orang anak, satu
perempuan tiga laki-laki. Anak perempuannya dinikahkan dengan putra Arung
Alekale yaitu suatu daerah pegunungan di daerah Pujananting sekarang. Pada
tahun 50-an masih termasuk Desa Patappa Tanete Riaja. Kemudian anak
laki-lakinya juga berkeluarga dan hidup terpencar, turunan mereka yang dianggap
To Manurung disebut To Sagiang.
Sepasang suami istri ini
yang hendak dinominasikan sebagai raja atau memerintah wilayah ini, namun
karena anaknya selalu bertengkar memperbutkan harta kekuasaan, maka dia
mengambil penguasa dari Segeri yang masih kemanakan raja Gowa untuk menjadi
raja di Tanete, yaitu : Datu Golla’E. Raja kedua setelah raja pertama
meninggal, dijabat oleh salah satu anak laki-laki To Manurung yaitu Puang
Loloti UjungE. Namun karena keadaan iklim yang tidak bersahabat membuat tanaman
padi mati, ikan sulit ditangkap, namun lagi banyak orang yang terserang flu.
Dia merasa tidak direstui dewata, sehingga menyingkir pada suatu tempat bernama
Parrokose, sekitar pegunungan Tanete sekarang. Disebutkan beberapa tempat di
Tanete yang dulu masih bernama Agangnionjo menjadi tempat menetap keluarga To
Sagiang tersebut, seperti Tekee, Lamanggade, Pattappae. Botto-Botto, Panen,
Lampona, Mallawae, Sangaji, Batulllepponae, Laponci, Lempa, Perokassi,
Balenang, Pattippung, Bottoliro, Soga, Mattampawalie, Dengeng-Dengeng, dll.