SINRILIK: Sastra Prosa Khas Makassar
SINRILIK: Sastra Prosa Khas Makassar
Dalam budaya Makassar, keberadaan karya satra cukup berperan penting dan memiliki arti tersendiri bagi kehidupan masyarakat. Kehadiran karya sastra disamping sebagai konsumsi hiburan dan seni bercerita, juga kerap digunakan sebagai media penyampai informasi terkait dengan peristiwa-peristiwa penting dan kisah-kisah orang berpengaruh di masa silam. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Makassar adalah masyarakat yang berjiwa seni, cerdas dalam bertutur, dan pintar mencari cara dalam menghargai pemimpin dan pejuangnya.
Karya sastra dalam budaya Makassar cukup kaya dan beragam. Ada yang berbentuk syair atau puisi seperti: Syair Pakkio Bunting, Syair Doangang (Pa’doangang), SyairAru (Angngaru), dan yang lainnya, ada juga karya sastra yang berbentuk prosa yang disampaikan dengan cara dilagukan secara berirama, baik dengan menggunakan alat musik maupun tanpa alat musik. Salah satu karya sastra yang berbentuk prosa ini adalah SINRILIK.
SINRILIK merupakan salah satu karya sastra yang masih banyak diminati oleh masyarakat Makassar. Mungkin karena dalam naskah Sinrilik tersebut, banyak bercerita tentang epos kepahlawanan, kisah percintaan dan jiwa pemberani seseorang yang dalam pandangan masyarakat Makassar cukup berpengaruh dan disegani. Tapi meskipun masih banyak yang meminatinya, orang yang dapat melagukan atau membacakannya sudah sangat terbatas.
Hal tersebut karena dalam membaca sebuah Sinrilik, setidak-tidaknya seorang Pasinrilik harus menguasai beberapa hal, yaitu: (a). pandai berbahasa Makassar; (b). kaya paruntu’ kana; (c). kaya kelong; (d). menguasai dialek bahasa Makassar; (e). menguasai banyak rapang dan pappasang; dan (f). mampu mengapresiasikan dan menyatu dengan alam.
Selanjutnya, berdasarkan isi dan cara melagukannya, sinrilik dibagi atas dua macam yaitu: Sinrilik Pakesok-Kesok dan Sinrilik Bositimurung. Sinrilik Pakesok-Kesok adalah sinrilik yang dilagukan dengan iringan kesok-kesok (rebab). Bunyi kesok-kesok tersebut harus selaras dengan lagu dan isi serta suasana cerita yang dibawakan oleh Pasinrilik, agar enak terdengar dan tidak membosankan.
Isi Sinrilik pakesok-kesok lebih banyak melukiskan tentang sejarah perjuangan dan kepahlawanan seorang tokoh. Diantaranya, Sinrilik Kappalak Tallumbatua dan Sinrilik I Makdik Daeng Rimakka. Sinrilik ini mengisahkan tentang kisah perjuangan dan kepahlawanan sang tokoh, disamping kisah percintaan yang kadang muncul dalam cerita. Jenis sastra ini sangat menarik apabila dikreasikan menjadi sastra pertunjukan.
Kemudian Sinrilik Bositimurung adalah sinrilik yang dilagukan tanpa diiringi alat musik kesok-kesok. Biasanya dilantungkan pada tempat yang sunyi di kala orang yang berada di sekelilingnya sedang tidur nyenyak.
Pada dasarnya, Sinrilik Bositimurung berisi tentang: (a). pujian terhadap kecantikan seorang gadis dengan membandingkan keadaan sekelilingnya; (b). kerinduan seorang jejaka terhadap gadis yang dicintainya; (c). gambaran seseorang yang terkena musibah yang membuat hati menjadi iba; dan (d). gambaran kesedihan seorang istri yang ditinggal pergi oleh suaminya.
Selain itu, Sinrilik Bositimurung juga berisi pelajaran atau nasihat yang berharga bagi orang yang mendengarnya, karena isinya menceritakan tentang ganjaran perbuatan baik dan siksaan terhadap perbuatan buruk di akhirat kelak. Sinrilik semacam ini biasanya dilantunkan pada saat ada orang yang terkena musibah kematian agar orang yang ditinggalkan merasa terhibur. Acara ini biasa disebut Ammaca Kitta’ yang pelaksanaannya dilakukan setelah tadarrus Alquran.
Adapun contoh Sinrilik Bositimurung adalah seperti: Kitta’na Ana Loloa, Kitta'na Bodolo' Akherat, Kitta'na Jayalangkara dan lain sebagainya.