Raja Gowa XI
Raja Gowa XI
I Taji Barani Daeng Marompa
I Taji Barani daeng Marompa
adalah saudara kandung Raja Gowa X I Manriwagau Daeng Bonto
dan seorang lagi saudara perempuan bernama I Syafia Karaeng
Sombaopu. Ketiganya adalah anak dari Karaeng Tumapakrisik Kallonna dari
permaisurinya I Raiya Karaeng Bainea.
Raja Gowa XI mempunyai kisah
menarik. Beliau lahir pada tahun 1517. Tahun 1565 diangkat menjadi Raja Gowa
menggantikan saudaranya untuk menjadi Raja Gowa XI Karaeng Tunipallangga
Ulaweng.
I Taji Barani mengikuti jejak
kakak dan ayahnya, memperluas wilayah Kerajaan Gowa sampai ke Pangkaje’ne dan
Sidenreng. Baru saja 20 hari bertahta sebagai Raja Gowa, ia berangkat ke Bone.
Pertempuran antara pasukan Kerajaan Gowa dan Bone terjadi di daerah
Pappolongan. Pasukan Kerajaan Bone berhasil dipukul mundur sampai ke Benteng
pertahanannya. Pasukan Kerajaan Gowa terus menyerang jantung pertahanan
Kerajaan Bone. Bukaka pun dibakar.
Namun pada minggu ketiga setelah
pasukan Gowa mengundurkan serangan, tiba-tiba datang serangan dari pasukan elit
Bone yang jauh lebih besar. Mereka menghantam Pasukan I Taji Barani. Pasukan inti
Bone berhasil mendekati I Taji Barani dan kemudian meletakkang kalewang itu
pada kepalanya membuat Raja I Taji Barani bersimbah darah dan mati ketika itu
juga. Dalam kondisi demikian pasukan Gowa tak berdaya dan terpaksa mundur
menyelamatkan diri. I Taji Barani yang hanya bertahta selama 40 hari itulah
kemudian mendapat gelar anumerta Karaeng Tunibatta (Raja yang ditetak).
Atas izin Raja Bone VII
Latenriwala Bongkange Matinroe ri Gucina dan usaha dari penasehat Raja Bone
Kajao Lalido, maka jenazah I Taji Barani dipulangkan ke Gowa dan dimakamkan di
Bukit Tamalate tepatnya di Makam Sultan Hasanuddin sekarang.
Pemberangkatan jenazah I Taji
Barani ke Gowa, tak hanya diangkat oleh prajurit Gowa juga pembesar dari Dewan
adat Kerajaan Bone, Seperti Arung Teko, Arung Biru, Arung Sanrego dan Arung
Lamoncong.
Meski dua tokoh ini bermusuhan,
namun Arung Lamoncong sangat menghormati I Taji Barani. Ketika I Taji Barani
dimakamkan, Arung Lamoncong sempat berpesan pada orang Gowa dan Bone, bila
kelak ia meninggal, jenazahnya dimakamkan di dekat kuburan I Taji Barani.
Amanah ini rupanya dilaksanakan, ketika Arung Lamoncong wafat, jenazahnya
dimakamkan di tempat yang ia tunjuk yakni dekat makam I Taji Barani.
Berselang beberapa hari kemudian,
diadakan perjanjian perdamaian antara Gowa dan Bone di Caleppa. Bone diwakili
oleh Raja Bone La Tenriware Bongkange dan Gowa diwakili oleh Mangkubuminya I
Mappatakattana Daeng Padulung. Perjanjian kemudian lebih dikenal dengan nama Ulukanaya
ri Caleppa = Perjanjian Caleppa yang isinya :
- Bone meminta kemenangan-kemenangan yaitu kepadanya harus diberikan daerah-daerah sampai Sungai WalanaE di sebelah Barat dan sampai di daerah Ulaweng di sebelah utara.
- Sungai Tangka terletak diperbatasan Bone dan Sinjai akan tetapi perbatasan daerah Bone dan Gowa yaitu sebelah Utara masuk Bone dan sebelah Selatan masuk Gowa.
- Supaya negeri Cenrana masuk daerah kekuasan Bone karena memang dahulu Cenrana telah ditaklukkan oleh Raja Bone La Tenrisukki Mappajange (Raja Bone V) maka sebagai hasil kemenangan dalam peperangan melawan Raja Luwu bernama Raja Dewa yang sudah sekian lama menguasai Cenrana.
Makam I Taji Barani berbentuk Kuba Masjid. Orang menduga bahwa I Taji
Barani adalah Muslim, tapi menurut informan Sejarah Gowa M. Jufri Tenribali,
Raja I Taji Barani saat itu belum memeluk Islam. Makam itu dibangun oleh
cucunya bernama I Mangerangi Daeng Manrabbia Sultan Alauddin yang menjadi Raja
Gowa XIV. Adalah Raja pertama yang memeluk Islam di Kerajaan Gowa. Beliaulah
yang membangun makam I Taji Barani dalam bentuk Kuba.
I Taji Barani kawin dengan putri
Karaeng ri Jumarrang bernama I Daeng Mangkasara, dikaruniai 4 orang anak,
masing-masing I Manggorai Daeng Mammeta Karaeng Bontolangkasa, (Raja Gowa XII),
I Tamakebo Daeng Mate’ne Karaeng Botongan Karaeng Mapeddaka, I Daeng Tonji
Karaeng ri Bisei Daeng Biasa.