I TEPU KARAENG DAENG PARABBUNG
I Tepu Karaeng adalah putra I MAnggorai Daeng
Mammeta Karaeng Tunijalloa. Ia naik tahta dalam usia 15 tahun walau usianya
masih muda. Tetapi ia mengendalikan pemerintahan di Kerajaan Gowa secara
sewenang-wenang.
Tindakan yang dilakukan oleh Sang Raja adalah
memecah beberapa pembesar kerajaan, Tumailalang bernama Daeng ri Macinna, membagi-bagi
hamba Raja dan menetapkan Bate Salapanga ri Gowa menjadi “SipuE besar”,
melarang rakyat berbakti pada kedua kakaknya, membunuh orang-orang walaupun
tidak bersalah dan masih banyak lagi pelanggaran lainnya.
Akibat dari tindakan Raja Gowa itu, banyak
pendatang utamanya pedagang dari Jawa dan Sumatera serta daerah lainnya
meninggalkan Gowa, membuat Gowa sepi dari kegiatan perdagangan dan pelayaran.
Disamping itu, banyak anak raja dari Gowa yang
meninggalkan negerinya menuju daerah lain yang dianggap lebih aman, seperti I
Mallingkaang Daeng Nyonri Karaeng Katangka (Raja Tallo/ Mangkubumi Kerajaan
Gowa), Karaeng Barombong, Karaeng Data, Karaeng Alla dan masih banyak pembesar
kerajaan lainnya.
Setelah tiga tahun lamanya memegang kendali
pemerintahan di Kerajaan Gowa, tindakan dari Sang Raja tak bisa lagi ditolerir
oleh rakyatnya, membuat rakyat dan beberapa pembesar kerajaan melakukan
pemberontakan. Raja I Tepu Karaeng tak bisa berbuat apa-apa, ia turun tahta
secara paksa. Untuk mengisi kekososngan, maka rakyat Gowa mengangkat Saudaranya
I Manga’rangi Daeng Manrabbia sebagai penggantinya.
I Tepu Karaeng bukan hanya turun tahta, malah
ia diusir keluar Gowa. Nasib baik baginya, karena masih mendapat perlindungan
dari Raja Luwu. I Tepu Karaeng lalau menetap di Luwu. Itulah sebabnya, Raja ini
bergelar Karaeng Tunipasulu artinya raja yang dikeluarkan atau diusir dari
negerinya.
Setelah I Tepu Karaeng di pengasingan di Luwu,
membuat ia sadar bahwa apa yang ia perbuat itu suatu kesalahan besar. Ketika
Islam pertama masuk di Kerajaan Gowa, penyebarannya sampai ke beberapa kerajaan
sahabat termasuk Luwu. Masuknya Islam di Luwu, juga termasuk I Tepu Karaeng
menerima Islam secara utuh.
Setelah sekian lama tinggal di Luwu, I Tepu
Karaeng yang sudah masuk Islam itu lalu pindah ke Buton, disanalah ia wafat
pada tangga 15 Juli 1617.