Filosofis Baju Bodo Bagi Bangsa Bugis
By: Sandi Alfath Sfc
Oscal Lawalata menyebutkan bahwa baju bodo dalam
masyarakat Sulawesi Selatan adalah salah satu busana etnik tertua di dunia, dan
dunia international belum mengetahuinya. Tapi tahukah anda warna dan aturan pakai baju bodo?
Berikut ini penulis menyingkap rahasia baju bodo dalam masyarakat Bugis –
Makassar, warna dan filosofinya, sebagai berikut:
- Anak di bawah 10 tahun (gadis cilik), memakai “waju tokko” (baju bodo) yang disebut “waju pella-pella” (baju kupu-kupu), berwarna kuning gading. Disebut “walu pella-pella” adalah penggambaran terhadap dunia anak kecil yang penuh keriangan, warna kuning gading adalah analogi agar sang anak cepat matang dalam menghadapi tantangan hidup. Warna kuning gading dalam kalimat bahasa Bugis “maridi” yang jika di tulis dalam aksara lontara' Bugis bisa juga dibaca menjadi “mariddi” yang berarti matang.
- Anak usia 10 - 14 tahun (gadis remaja), memakai “waju tokko” (baju bodo) berwarna jingga atau merah muda. Pemilihan warna jingga/ merah muda karna warna ini dianggap paling mendekati warna merah darah/ merah tua, yaitu warna yang dipakai oleh wanita yang sudah menikah. Selain itu warna jingga atau merah muda yang dalam bahasa bugis disebut bakko, adalah representasi dari kata bakka, yang berarti setengah matang.
- Gadis usia 14 - 17 tahun (remaja), memakai “waju tokko” (baju bodo) berwarna jingga/merah muda juga, tapi khusus pada usia ini dibuat berlapis atau bersusun dua, hal ini dikarenakan sang gadis sudah mulai menanjak remaja, juga dipakai oleh mereka yang sudah menikah tapi belum punya anak.
- Remaja usia 17 - 25 tahun (wanita muda), memakai “waju tokko” (baju bodo) warna merah darah, berlapis dan bersusun. Dipakai oleh perempuan yang sudah menikah dan memiliki anak. Berasal dari filosofi, bahwa sang wanita tadi dianggap sudah mengeluarkan darah dari rahimnya yang berwarna merah tua/ merah darah.
- Wanita umur 25 - 40 tahun, memakai “waju tokko” (baju bodo) berwarna hitam.
-
Adapun “waju
tokko” (baju bodo) berwarna putih dipakai para inang/ pengasuh raja/ para
dukun/ bissu dan bissu dianggap memiliki titisan darah berwarna putih yang
mampu menjadi penghubung “botting langi” (kayangan) peritiwi (dunia
nyata/ bumi) dan “ale kawa” (dunia bawah/ roh).
- Sedangkan para bangsawan dan keturunanya atau dalam bahasa Bugis di sebut "maddara takku" (berdarah hijau). Adalah alasan mengapa “waju tokko” (baju bodo) berwarna hijau hanya boleh dipakai oleh para putra-putri raja, karena warna hijau dalam bahasa bugis disebut “kudara” berasal dari kata “na takku dara-na” ungkapan ini kemudian berubah menjadi “ku dara”, secara harfiah dapat diartikan bahwa mereka yang memakai “waju tokko” berwarna “kudara” ini adalah mereka yang menjunjung tinggi harkat kebangsawananya
- Kemudian yang terakhir “waju tokko” (baju bodo) berwarna ungu atau dalam bahasa Bugis “kemummu” adalah dipakai oleh para janda.