Ritual Mencuci Benda Pusaka Kerajaan Gowa

Ritual Mencuci Benda Pusaka Kerajaan Gowa

Seusai makan siang bersama, para lelaki segera mengenakan jas tutup lengkap dengan songkok guru (peci khas Makassar). Sementara perempuannya memakai baju bodo dan simboleng (konde khas Makassar) dan kingking lipa’ sa’be (cara pemakaian sarung sutra ala Makassar). Mereka berpakaian lengkap seperti ini untuk mengikuti Accera’ Kalompoang, ritual penyucian benda-benda pusaka kerajaan Gowa yang dilaksanakan sekali setahun bersamaan dengan perayaan Idul Adha.
Rombongan penjemput air bertuah tiba di Balla Lompoa, dipimpin oleh Sutrisno Dg Tojeng, pengawal benda pusaka
Rombongan penjemput air bertuah tiba di Balla Lompoa, dipimpin oleh Sutrisno Dg Tojeng, pengawal benda pusaka

Setelah menaiki 12 anak tangga, para tamu yang sebagian besar berasal dari keluarga kerajaan Gowa berkumpul di ruang utama yang sebelumnya telah dihiasi semarak Lamming (perhiasan untuk pelaminan). Dengan khidmat mereka bersila dua shap saling berhadapan antara laki-laki dan perempuan. Kepulan asap dan aroma dupa yang menyengat memenuhi ruangan, menambah kesakralan suasana.
Perubahan berat mahkota dipercaya sebagai tanda keberhasilan atau kemunduran rakyat Gowa; kalau bertambah beratnya, alamat kesejahteraan dan keberlimpahan panen, tapi kalau berkurang, alamat bencana atau pacekklik

Di ruang utama juga terdapat panggung dengan posisi tepat di ujung ruangan yang diletakkan di tengah. Di panggung itulah Bate Salapang (dewan adat Kerajaan Gowa berjumlah 9 orang) duduk melingkar bersama seorang keturunan langsung Raja Gowa ke 36 Andi Idjo Karaeng Lalolang, yakni Andi Syamsuddin Andi Idjo Patta Sessu.
Appasili tedong atau perlakuan khusus untuk hewan qurban
Appasili tedong atau perlakuan khusus untuk hewan qurban
Tak lama berselang, irama Gandrang Sinrili dan Tunrung Pa’balle (tabuhan gendang dan terompet), sahut-menyahut memainkan irama dinamis, mengiringi langkah gemulai gadis-gadis pembawa tombak yang disebut Panyanggayya. Mereka muncul dari bilik penyimpanan benda pusaka atau Ga’dong.

Satu persatu benda kerajaan diarak menuju panggung. Dimulai dengan Salokoa (mahkota raja) yang terbuat dari emas murni seberat 1786 gram (perubahan berat mahkota dipercaya sebagai tanda keberhasilan atau kemunduran rakyat Gowa; kalau bertambah beratnya, alamat kesejahteraan dan keberlimpahan panen, tapi kalau berkurang, alamat bencana atau pacekklik) dan bertahtakan 250 berlian-permata. Pusaka ini diyakini ada sejak Raja Gowa pertama Tumanurung Bainea yang memerintah antara tahun 1300-1345 Masehi.

Selain iu terdapat benda-benda pusaka kerajaan lain yang sebagaian besar terbuat dari emas murni seperti empat Ponto Janga-jangayya berbentuk seperti naga melingkar dengan berat 985,5 gram, empat Kolara’ (kalung kebesaran) seberat 2.182 gram, empat kancing Gaukang (kancing emas) dengan berat 277 gram, Tobo Kaluku (Rante Manila) dengan berat 270 gram yang merupakan hadiah dari kerajaan Sulu di Philipina pada abad XVI.

Ritual Ammolong tedong (Memotong Kerbau)
Ritual Ammolong tedong (Memotong Kerbau)
Tidak ketinggalan benda tajam seperti Lasippo berbentuk parang dari besi tua, Sudanga berbentuk kalewang yang merupakan senjata sakti atribut raja, Berang Manurung (parang panjang) dan mata tombak tiga jenis.

Tiga langkah dari panggung, para pembawa pusaka itu berjalan jongkok hingga ke tepi panggung dan menyerahkan langsung kepada Andi Syamsuddin. Setibanya di tangan Andi Syamsuddin, benda-benda tersebut langsung dicuci (Allangiri) menggunakan air yang diambil dari Bungung Lompoa, sebuah sumur tua yang letaknya tak jauh dari kompleks makam Raja-raja Gowa.

Setelah dicuci, dilakukanlah ritual Annyossoro’ oleh Bate Salapang secara bergantian. Annyossoro merupakan tahapan pembersihan benda-benda pusaka dengan cara menggosoknya dengan jeruk nipis dan minyak Kalompoang. Tidak berhenti sampai di situ, pelaksana hajatan yang tahun ini dipegang keluarga Andi Abdullah Bau Massepe dan keluarga Andi Darussalam Tabbusala juga maju ke depan panggung. Mereka mencelup darah hewan kurban untuk disentuhkan kepada benda-benda pusaka itu. “Prosesi tersebut dinamakan Annitili,” ungkap pemandu acara.

Allangiri
Allangiri
Pencucian berakhir setelah benda-benda pusaka tersebut dimasukkan kembali ke dalam bilik. Dengan serta-merta suasana berubah ramai di bibir panggung. Para keluarga kerajaan yang hadir serempak berebut air sisa yang terdapat dalam baskom berbahan kuningan. Mereka percaya air tersebut mampu mendatangkan berkah dan kebaikan.

Setelah diperoleh, air tersebut lalu disapukan ke seluruh bagian tubuh. Jika disapukan ke wajah, dipercaya akan berdampak awet muda. Jika anak kecil, akan menyehatkan dan membantu tumbuh kembang anak. [V]

Postingan populer dari blog ini

teks panjang Aru Tubaraniya Ri Gowa

SILSILAH RAJA-RAJA GOWA

RAJA-RAJA SANROBONE