fort rotterdam
Benteng Art Deco Peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo
Di pusat Kota Makassar, tepatnya di sepanjang pesisir pantai, menuju Jalan Ujung Pandang, terdapat sebuah benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Awalnya, benteng pertahanan ini bernama Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa 'risi' Kallonna. Setelah Belanda datang dan menjajah di wilayah Sulawesi Selatan, melalui Perjanjian Bungayya, benteng ini kemudian dikuasai oleh Belanda.
Oleh Belanda, benteng ini tidak hanya difungsikan untuk pertahanan, tapi juga untuk menyimpan rempah-rempah hasil rampasan perang dan pajak rakyat. Selain fungsi, nama benteng ini pun berubah. Cornelis Speelman mengubah nama benteng ini menjadi Fort Rotterdam, sesuai nama kota tempat kelahiran pemimpin Belanda tersebut.
Memasuki kawasan Benteng Fort Rotterdam, pengunjung akan disambut gapura yang pada bagian atasnya terdapat tulisan “Fort Rotterdam”. Menurut pemandu wisata yang menemani perjalanan kami, mulanya sebagian besar benteng ini memiliki pondasi yang terbuat dari tanah liat. Ketika benteng ini dikuasai oleh Belanda, pondasi tanah liat tersebut diganti dengan batu padas yang berasal dari pegunungan di daerah Maros.
Masuk lebih ke dalam, pengunjung akan menjumpai bangunan-bangunan art deco yang kental dengan nuansa negeri kincir angin Belanda – dengan bangunan berpintu tinggi menjuntai dilengkapi banyak jendela. Bangunan-bangunan tersebut kini difungsikan sebagai museum yang menyimpan berbagai peninggalan kuno dari Sulawesi Selatan. Salah satu bangunan tersebut kini dijadikan sebagai Museum I Lagaligo. I Lagaligo merupakan karya sastra terpanjang yang pernah ada di dunia. Karya ini bercerita tentang seorang Dewa utusan Tuhan yang diturunkan di tengah masyarakat Sulawesi. Karena dianggap suci, naskah I Lagaligo dijaga dan dipelihara dengan baik di museum ini.
Di bagian yang lain, terdapat museum yang menyimpan berbagai senjata tradisional yang pernah digunakan oleh berbagai kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan. Koleksi tersebut antara lain badik dengan berbagaipamor, panah yang mata panahnya terbuat dari besi, dan tombak yang pernah digunakan oleh prajurit Kerajaan Gowa. Pengunjung tidak perlu khawatir jika tidak mengenali berbagai senjata tradisional yang ada, pasalnya museum ini dilengkapi dengan penjelasan di setiap senjata yang dipamerkan.
Selain terdapat museum dan bangunan kuno, Fort Rotterdam juga dilengkapi berbagai fasilitas penunjang lainnya, seperti perpustakaan, taman bunga, dan free wifi di beberapa titik. Yang menarik, kawasan Fort Rotterdam juga sering dijadikan lokasi pergelaran kesenian dan kebudayaan daerah setempat. Oleh karena itu, tempat ini sangat cocok sebagai tempat wisata keluarga. Selain bisa mendapatkan informasi mengenai sejarah, pengunjung juga akan dimanjakan dengan berbagai hiburan. Apalagi, di sekitar Fort Rotterdam juga terdapat banyak tempat wisata kuliner yang menyajikan berbagai menu andalan.[AhmadIbo/IndonesiaKaya]fort
Oleh Belanda, benteng ini tidak hanya difungsikan untuk pertahanan, tapi juga untuk menyimpan rempah-rempah hasil rampasan perang dan pajak rakyat. Selain fungsi, nama benteng ini pun berubah. Cornelis Speelman mengubah nama benteng ini menjadi Fort Rotterdam, sesuai nama kota tempat kelahiran pemimpin Belanda tersebut.
Memasuki kawasan Benteng Fort Rotterdam, pengunjung akan disambut gapura yang pada bagian atasnya terdapat tulisan “Fort Rotterdam”. Menurut pemandu wisata yang menemani perjalanan kami, mulanya sebagian besar benteng ini memiliki pondasi yang terbuat dari tanah liat. Ketika benteng ini dikuasai oleh Belanda, pondasi tanah liat tersebut diganti dengan batu padas yang berasal dari pegunungan di daerah Maros.
Masuk lebih ke dalam, pengunjung akan menjumpai bangunan-bangunan art deco yang kental dengan nuansa negeri kincir angin Belanda – dengan bangunan berpintu tinggi menjuntai dilengkapi banyak jendela. Bangunan-bangunan tersebut kini difungsikan sebagai museum yang menyimpan berbagai peninggalan kuno dari Sulawesi Selatan. Salah satu bangunan tersebut kini dijadikan sebagai Museum I Lagaligo. I Lagaligo merupakan karya sastra terpanjang yang pernah ada di dunia. Karya ini bercerita tentang seorang Dewa utusan Tuhan yang diturunkan di tengah masyarakat Sulawesi. Karena dianggap suci, naskah I Lagaligo dijaga dan dipelihara dengan baik di museum ini.
Di bagian yang lain, terdapat museum yang menyimpan berbagai senjata tradisional yang pernah digunakan oleh berbagai kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan. Koleksi tersebut antara lain badik dengan berbagaipamor, panah yang mata panahnya terbuat dari besi, dan tombak yang pernah digunakan oleh prajurit Kerajaan Gowa. Pengunjung tidak perlu khawatir jika tidak mengenali berbagai senjata tradisional yang ada, pasalnya museum ini dilengkapi dengan penjelasan di setiap senjata yang dipamerkan.
Selain terdapat museum dan bangunan kuno, Fort Rotterdam juga dilengkapi berbagai fasilitas penunjang lainnya, seperti perpustakaan, taman bunga, dan free wifi di beberapa titik. Yang menarik, kawasan Fort Rotterdam juga sering dijadikan lokasi pergelaran kesenian dan kebudayaan daerah setempat. Oleh karena itu, tempat ini sangat cocok sebagai tempat wisata keluarga. Selain bisa mendapatkan informasi mengenai sejarah, pengunjung juga akan dimanjakan dengan berbagai hiburan. Apalagi, di sekitar Fort Rotterdam juga terdapat banyak tempat wisata kuliner yang menyajikan berbagai menu andalan.[AhmadIbo/IndonesiaKaya]fort