Sejarah Bugis Bollangi di Gowa
Ketika Raja Gowa IX I
Taji Barani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatta berkuasa sekitar tahun 1565,
upeti kerajaan Bone tidak kunjung datang. Sehingga, meyuruh 6 suro (orang
suruhan) ke Bone untuk mengambil upeti tersebut. Setelah mendapatkan upeti dari
Arung Pone ke-6 suro itu pamit untuk kembali ke tanah Gowa. Ditengah perjalanan
salah satu suro itu mempengaruhi suro yang lainnya agar upeti tersebut dibagi
rata saja dan diganti dengan pasir. Setelah sampai di kerajaan Gowa, alangkah
kagetnya raja ketika membuka upeti tersebut yang hanya berisikan pasir.
Raja Gowa I Taji Barani Daeng Marompa Karaeng Data
Tunibatta merasa tersinggung atas perlakuan kerajaan Bone yang memberikan upeti
pasir. Sehingga, dia memutuskan untuk menyerang kerajaan Bone. Terjadilah
pertempuran antara kerajaan Bone dan kerajaan Gowa yang menewaskan Raja
Gowa I Taji Barani Daeng Marompa Karaeng
Data Tunibatta.
Akibat ketegangan yang
terjadi di dua kerajaan tersebut, mayat Sombaya yang masih berada di Bone
akhirnya diantar ke Gowa oleh Kajao Lalido bersama kelima arung dengan
menggunakan tandu dari sarung.
I Manggorai Daeng
Mameta adalah anak dari Raja Gowa IX I Taji Barani Daeng Marompa Karaeng Data
Tunibatta yang menggantikannya mengucapkan terima kasih atas sudinya orang Bone
mengembalikan jenasah tersebut.
Raja I Manggorai
Daeng Mameta meminta kepada suruhan kerajaan Bone agar dapat tinggal di tanah
Gowa sebagai balas jasa yang telah mereka lakukan. Suruhan kerajaan Bone
menerima titah raja tersebut dan menunjuk gunung Mallawi sebagai tempat tinggal
mereka. Karena sebagian besar pengikut berasal dari daerah Wollo Langi Bone. Akhirnya nama daerah itu berubah
menjadi Wollangi dan akhirnya berubah nama menjadi Bollangi seperti yang kita
kenal saat ini.