Jejak Tun Abdul Razak di Butta Gowa
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Pada bulan November 2012 lalu, sebanyak 40 orang
mahasiswa dari Universitas Teknologi
Malaysia (UTM) melakukan kunjungan ke Kabupaten Gowa. Sasaran utama
penelitiannya adalah, ingin menelusuri jejak Nenek Moyang Tun Abdul Rasak di
Butta Gowa. Para mahasiswa itu menginap di salah satu rumah penduduk di Desa
Sengka Kec. Bontonompo selama sepekan,
Mereka juga melakukan bakti sosial di desa itu.
Antusias para mahasiswa dari Malaysia untuk mengetahui
nenek moyang mereka terlihat ketika mereka melakukan dialog dengan Zainuddin
Tika, salah seorang penulis buku dari
Lembaga Kajian Sejarah Budaya Sulawesi Selatan, dimana salah satu hasil karyanya
berjudul I Mappadulung Daeng Mattimung Sultan Abdul Jalil. Buku tersebut menceritakan nenek moyang Tunb Abdul Razak yang pernah
menjadi Raja Gowa ke 19 dan Raja Sanrobone ke 9.
Menurut sejarah. nenek moyang Tu Abdul Rasak bernama I
Mapparulung Daeng Mattimung Sultan Abdul Jalil , berawal ketika beliau menjadi
Raja Gowa ke 19 menggantikan saudaranya
bernama I Mappaossong Daeng Mangewai Karaeng Bisei, Tumenanga ri
Jakattara. Dalam menjalankan kekuasaan di kerajaan Gowa, beliau didampingi oleh
Mangkubumi, Abdul Hamid Karaeng Karunrung, namun pada tahun 1587 beliau wafat
dan digantikan oleh Karaeng Bontosunggu.
I Mappadulung Daeng Mattimung lahir pada 16 Agustus
1652 merupakan salah seorang putra dari
Sultan Hasanuddin dengan permaisuri bernama I Puanna Petta Daeng Nisali yang
tak lain adalah kerabat dari Karaeng Banyuanyara.
Setelah dinoibatkan menjadi Raja Sanrobone, I Mappadulung
kawin dengan sepupunya (Putri I Fatimah – Ambelu Sultran Bima) bernama I Sitti
Aminah Karaeng Bonto Matekne pada 25 November 1664. Dari hasil perkawinan
itulah, lahir beberapa orang anak diantaranya I Mappatunruk Daeng Mammeta
Muhammad Nasiruddin Karaeng AgangJeknek, atau lebih tersohor dengan julukan
Karaeng Aji, OrangKaya Indera Syahbandar Pahang pertama..
Disisi lain, I Mappadulung Daeng Mattimung juga memiliki
seorang permaisuri bernama I Lokmok Daengta Daeng Bau yang tak lain adalah
kerabat Karaeng Sanrobone. Dari hasil perkawionan istri kedua inilah, lahir
seorang putri bernama I Mariama Karaeng Patukangang pada 9 Februari 1674.
Ketika menginjak usia gadis remaja, I
Mariama kawin dengan Raja Bone bernama La Patau Matanna Tikka. Dari hasil
perkawinannya itu membuahkan seorang anak bernama La Pareppa To SappewaliE.
Ketika Raja Gowa I Mappadulung Daeng Mattimung menjelang
usia senja. Beliau pernah berwasiat. Bila kelak ia turun tahta, maka yang akan
menggantikan kedudukannya adalah putra pertamanya dari istri pertamanya yang
tak lain adalah I Mappatunruk Sultan Nasiruddin atau Karaeng Aji. Beliau
kemudian dijadikan sebagai Anak Pattola (putra Mahkota) Kerajaan Gowa.
Persoalan yang muncul kemudian, ketika Raja I Mappadulung yang memerintah selama 32 tahu lamanya, pada
saat menjelang turun tahta, ia menginginkan
anak Pattolanya Karaeng Aji bisa menggantikannya. Tapi rencana itu terhalang
dengan keinginan cucunya La Pareppa To Sappe Walie yang tak lain adalah anak
dari karaeng patukangan – La Patau, juga berambisi untuk naik tahta. Ambisi La
Pareppa ini, karena didukung oleh Pemerintah kolonial Belanda yang sudah
menguasai Kerajaan Gowa saat itu, karena telah ditandatangani perjanjian
Bungaya pada 18 November 1667.
Belanda tahu betul siapa Karaeng Aji. Ia pernah memimpin
pemberintakan, ketika pamannya I Mappaossong
Daeng Mangewai Karaeng Bisei T, ditawan Belanda
di Batavia, Ia ingin membebaskan pamannya, tapi kemudian pamannya wafat,kemudian bergelar Tumenanga ri
Jakattara.
Pada saat Bate Salapanga bersidang untuk memilih
pengganti Raja I Mappadulung, Belanda mengerahkan semua kekuatannya untuk menekan
Bate Salapanga agar memilih La Pareppa. Ternyata, hasil pilihan bate Salapanga
jatuh ke cucu I Mappadulung, yakni La
Pareppa To Sappe walie. Beliau kemudian menjadi Raja Gowa ke 20 menggantikan
kakeknya.
Dari putusan , Karaeng Aji merasa kecewa, akan tetapi ia
sangat menghargai keputusan Bate Salapanga. Walau pendukungnya ingin selalu
melakukan perlawanan, tetapi selalu dinasehati oleh Karaeng Aji, bahwa tak perlu melakukan perlawanan, karena yang
naik tahta adalah kepenakannya sendiri .
Perang saudara bukannya menyelesaikan masalah, tapi malah memperkeruh suasana.
Untuk menhgobati kekecewaan Kareng Aji, ia memilih
hengkan dari negeri Kerajaan Gowa. Ia berencana merantau ke negeri Pahang
Malaysia. Dipilihnya Pahang, karena disana sebelumnya sudah banyak komunitas
orang Bugis Makassar yang sudah lama berdiam disana, sehingga kalau ia ke
Pahang, Karaeng Aji bisa diterima dengan baik.
Sesampainya di negeri Pahang, Karaeng Aji mendapat sambutan hangat dari
kmunitas orang Bugis Makassar di negeri itu. Ia kemudian diperkenalkan pada
Raja Pahang. Raja Pahang yang mengetahui betul, bahwa Karaeng Aji adalah putra
bangsawan Kerajaan Gowa, pertamanya ia diangkat menjadi pimpinan komunitas
orang Makassar – Bugis di negeri itu,
dan kemudian dipercayakan untuk memimpin kesyahbandaran di Pahang.
Karaeng Aji kemudian berhasil membangun Syahbandar di
negeri Pahang, karena dari tahun ke tahun terus mengalami kemajuan. Dari
keberhasilannya itu, Raja Pahang memberi
gelar pada Karaeng Aji sebagai Orang Kaya Indra Syahbandar Pertama.
Karaeng Aji yang sudah lama bermukim di negeri itu,
akhirnya beranak pinak. Salah seorang cucu Karaeng Aji kawin dengan salah
seorang putri dari pasangan daeng Sipok – La Cangga, warga Bugis – Makassar
yang telah lama bermukim disitu. Dari hasil perkawinanya, membuahkan seorang
anak bernama Daeng Pong (Ensiklopedi Sejarah Sulsel : 18).
Daeng
Pong setelah dewasa, kawin dengan pemuda asal Riau
yang juga telah lama bermukim di Pahang,
namanya Toh Khatib Kampar. Anaknya kemudian kawin dengan salah seorang
bangsawan Pahang bernama Tok Lebai. Dari perkawiannya itu membuahkan dua
orang
anak yakni Tok Tondok dan Tok Pungking. Anak
dari Tok Pondok bernama Tok Jenel menggantikan kakeknya menjadi
Syahbandar kedua.
Berturut-turut cicit dari Karaeng Aji memgang Syahbandar, yakni Tok
Budiman
menjadi Syahbandar ke tiga. Tok Jahidin menjadi Syahbandari keempat.
Tok Ismail menjadi Syahbandar kelima. Tok Hussin menjadi Syahbandar
keenam, Tok Awang Muhammad Taib menjadi Syahbandar
ketuju. Dato Husainmenjadi Syahbandar ke
delapan.
Dari hasil perkawinan Dato Husain (Orang kaya indera
Syuahbandar IX) dengan Hajjah Fatimah, membuahkan seorang anak bernama Yang
Mulia YAB Tun Haji Abdul Razak (Orang Kaya Indera Syahbandar X, ) yang kelak
menjadi perdana Menteri Malaysia di era tahun 1970 an..
Kemudian
perkawinan Tun Abdul Razak dengan Tok Puan Hajah Raha membuahkan seorang anak
bernama Yang Mulia Dato Muhammad Najib bin Tun Abdul Razak (Orang Kaya Indera
Syahbandar XI) juga mengikuti jejak ayahnya menjadi perdana Menteri Malaysia
sekarang.*
adat gowa
budaya makassar
gowa
gowa tallo
KARAENG
KEBUDAYAAN GOWA
kerajaan gowa
kerajaan gowa tello
makassar
SEJARAH GOWA
SEJARAH GOWA TALLO
SOMBAYYA RI GOWA
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya