Mitos Lontara’na Karaeng Ta Data Menyebut-nyebut Karebosi
Mitos
ini berkembang setelah peristiwa kegaiban yang dialami Abubakar Karaeng
Ta Data. Ada yang mempercayai bahwa ini bukan mitos akan tetapi
merupakan fakta bakal kembalinya Karaeng Ta Data, yang disampaikan oleh
para pengikut Karaeng Ta Data yang menyaksikan langsung peristiwa
kegaiban Karaeng Ta Data.
Adapun pesan ini ditulis dalam bahasa Makassar yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, agar dapat dimengerti oleh pembaca. Isinya antara lain sebagai berikut :
Karaeng
Ta Data, tuanku yang punya negeri, bila tiba saatnya kamu kembali
nanti, maka akan baiklah kehidupan manusia. Dia yang pergi sewaktu
runtuhnya Gowa dan bila kembali kelak maka akan utuhlah Gowa kembali.
Sekarang ini dia sudah berjalan berkeliling tetapi tak tampak oleh
manusia. Kalau dia akan menampilkan dirinya, dia akan tampak di
Karebosi.
Sekarang
ini Karaeng Ta Data ada di pasar-pasar, hanya orang tidak
mengetahuinya, dan dia saja yang melihat kita. Kalau dia menampakkan
dirinya kelak di Karebosi, maka akan disuruhlah orang untuk menjemput
rajanya itu, dan disuruhnya untuk menyembah rajanya itu.
Katanya:
“Hai rakyat Gowa, sembahlah rajamu”, maka hadirlah orang banyak, akan
tetapi tak ada yang mengenalnya, sehingga kalau mereka disuruh memilih,
mereka akan memilih-milih rajanya sendiri yang berpakaian indah-indah
itu. Akan tetapi orang-orang yang mengetahui tentang pesan (wasiat),
mereka tak akan memilih orang-orang yang berpakaian indah-indah, karena
mereka itu bukanlah Karaeng Ta Data. Sebab menurut isi pesan (wasiat),
bahwa Karaeng Ta Data berpakaian robek-robek dan kotor, kalau ia berada
kelak di tengah-tengah lapangan Karebosi.
Dengan demikian banyaklah orang yang membuat kesalahan karena ia tak mengenali rajanya (Karaeng Ta Data).
Barang siapa kelak melihat sorang berteduh payung Saloko dan di punggungnya terselip Sudanga dan melilitkan Cindea
(cindai), dialah itu raja Gowa. Orang banyak akan memilih menurut
selera mereka masing-masing. Akan tetapi orang-orang yang mengetahui
pesan (wasiat) tak akan berbuat demikian. Mereka akan memilh yang
berpakaian robek-robek dan kotor karena dialah yang bernama Karaeng Ta
Data. Sebab dimanapun dia berada, ia dapat dikenali karena ada tanda
pengenalnya. Adapun alamat (tanda) akan terjadinya hal-hal yang pernah
diperhatikan diatas ini, ialah bahwa kelak akan ada kapal atau perahu
yang berlabuh di sungai Tallo.
Adapun
hal ini bermula di Maros menuju kota Tolotan ke negeri Bulote dan
seterusnya ke Tallo. Apabila hal yang demikian telah terjadi, maka akan
menyusul suatu pesan lagi, bahwa : Kalau ada panggilan untuk berkumpul
di Karebosi, katakanlah padanya : “Pergilah engkau lebih dulu, karena
saya akan makan sebentar”. Bekal makanan sudah ada di
serambi rumahku (paladang) di dalam bakul makanan (tepa). Jadi kalau
engkau sebentar telah tiba disana (Karebosi) perangpun telah selesai.
Adapun kerusuhan yang terjadi itu ialah anjing dan kuda akan berlaga
tendang-menendang, dan orang akan parang-memarangi, bertikam-tikam
antara satu dengan yang lain, sehingga di Karebosi akan mengalirlah
darah sedalam sampai melewati tumit dan mata kaki.
Di
tempat itu akan berdiri tujuh buah rumah besar, dan raja-raja akan
duduk di dalamnya. Kebesarannya beraneka ragam dan indah-indah.
Dikerahkanlah rakyat membanjiri Karebosi untuk berkumpul disana. Pada
saat itu akan terwujudlah ucapan dalam bahasa Makassar mengatakan :
“Lammotere’mi ada’ kabiasaanna” (adat kebiasaan masa kejayaan kerajaan
Gowa).
Selanjutnya
dipesankan apabila kejadian itu telah terjadi, kalau ada seorang tua
memasuki rumahmu atau bertemu denganmu di tengah jalan dan meminta air
minum, berusahalah memberikannya, lebih baik lagi engkau beri makan
padanya. Karena kesemuanya itu adalah pertanda dari Karaeng
Ta Data. Satu lagi kebiasaan Karaeng Ta Data yang harus diketahui,
ialah bahwa dia meninggikan dirinya terhadap orang yang angkuh dan
tinggi hati, serta kebalikannya bersifat rendah diri terhadap
orang-orang yang merendah.