Raja Gowa XIII
I TEPU KARAENG DAENG
PARABBUNG
I Tepu Karaeng adalah putra I
MAnggorai Daeng Mammeta Karaeng Tunijalloa. Ia naik tahta dalam usia 15
tahun walau usianya masih muda. Tetapi ia mengendalikan pemerintahan di
Kerajaan Gowa secara sewenang-wenang.
Tindakan yang dilakukan oleh Sang Raja
adalah memecah beberapa pembesar kerajaan, Tumailalang bernama Daeng ri
Macinna, membagi-bagi hamba Raja dan menetapkan Bate Salapanga ri Gowa
menjadi “SipuE besar”, melarang rakyat berbakti pada kedua kakaknya,
membunuh orang-orang walaupun tidak bersalah dan masih banyak lagi
pelanggaran lainnya.
Akibat dari tindakan Raja Gowa itu,
banyak pendatang utamanya pedagang dari Jawa dan Sumatera serta daerah
lainnya meninggalkan Gowa, membuat Gowa sepi dari kegiatan perdagangan
dan pelayaran.
Disamping itu, banyak anak raja dari
Gowa yang meninggalkan negerinya menuju daerah lain yang dianggap lebih
aman, seperti I Mallingkaang Daeng Nyonri Karaeng Katangka (Raja Tallo/
Mangkubumi Kerajaan Gowa), Karaeng Barombong, Karaeng Data, Karaeng Alla
dan masih banyak pembesar kerajaan lainnya.
Setelah tiga tahun lamanya memegang
kendali pemerintahan di Kerajaan Gowa, tindakan dari Sang Raja tak bisa
lagi ditolerir oleh rakyatnya, membuat rakyat dan beberapa pembesar
kerajaan melakukan pemberontakan. Raja I Tepu Karaeng tak bisa berbuat
apa-apa, ia turun tahta secara paksa. Untuk mengisi kekososngan, maka
rakyat Gowa mengangkat Saudaranya I Manga’rangi Daeng Manrabbia sebagai
penggantinya.
I Tepu Karaeng bukan hanya turun tahta,
malah ia diusir keluar Gowa. Nasib baik baginya, karena masih mendapat
perlindungan dari Raja Luwu. I Tepu Karaeng lalau menetap di Luwu.
Itulah sebabnya, Raja ini bergelar Karaeng Tunipasulu artinya raja yang
dikeluarkan atau diusir dari negerinya.
Setelah I Tepu Karaeng di pengasingan di
Luwu, membuat ia sadar bahwa apa yang ia perbuat itu suatu kesalahan
besar. Ketika Islam pertama masuk di Kerajaan Gowa, penyebarannya sampai
ke beberapa kerajaan sahabat termasuk Luwu. Masuknya Islam di Luwu,
juga termasuk I Tepu Karaeng menerima Islam secara utuh.
Setelah sekian lama tinggal di Luwu, I
Tepu Karaeng yang sudah masuk Islam itu lalu pindah ke Buton, disanalah
ia wafat pada tangga 15 Juli 1617.