Raja Gowa XV

SULTAN MALIKUSSAID

Raja Gowa ke-XV bernama I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Ujung alias Karaeng Lakiung. Beliau adalah putra Sultan Alauddin dari permaisurinya bernama I Mainung Daeng Maccini Karaenga ri Bontoa. Ia lahir pada tahun 1606.

Dalam menjalankan roda pemerintahan, Sultan didampingi Mangkubuminya bernama I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang. Beliau terkenal dengan kecendekiawannya dan menguasai beberapa bahasa asing, seperti bahasa Spanyol, Portugis, Inggeris, Prancis, Latin dan Arab.
Gowa ditangan duet Sultan Malikussaid dan Karaeng Pattingalloang telah berhasil membawa Gowa kepuncak kejayaannya. Gowa saat itu tidak hanya dikenal di Asia juga sampai ke Eropa. Ini terjadi karena jasa-jasa Karaeng Pattingalloang yang pandai berdiplomasi.
Sultan Malikussaid mengadakan persahabatan dengan Gubernur Spanyol di Manila, Raja Muda Portugis di Goa (Hindustan), Marchenta di Masulipatan di Hindustan, Presiden di Keling (Koromandel), Raja Inggeris, Raja Kastilia di Spanyol dan Mufti besar di Arab.
Perjanjian perdamaian kekal yang telah ditandatangani oleh Sultan Alauddin dengan Belanda yang diwakili oleh Antony Van Diemen, oleh Sultan Malikussaid dibatalkan karena Belanda banyak berbuat curang dan merugikan rakyat Gowa.
Akibat pembatalan tersebut, Belanda melakukan serangkaian serangan di Maluku, mereka menyerang pejabat Maluku bernama Kimelaha sebagai wakil dari Sultan Ternate. Kimelaha lahu di Seram, Kimelaha Leliato di Buru dan bantuan Prajurit Gowa melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Sultan Malikussaid tidak tinggal diam melihat tindakan Belanda di Maluku. Ia lalu mengirim armadanya ke Maluku untuk membantu perjuangan rakyat Maluku melawan Belanda.
Sultan Malikussaid juga dihadapkan pada masalah dalam negerinya, seperti Raja Bone La Maddarammeng yang telah berupaya menyebarkan agama Islam secara murni di Negerinya. Ternyata banyak mendapatkan tantangan dari pembesar kerajaan Bone, bahkan di Soppeng, Wajo, Sidenreng dan Sawitto pada tahun 1640. Karena gelombang perlawanan terhadap La Maddarammeng terlalu besar, akhirnya Raja Bone itu masuk ke Gowa untuk meminta perlindungan Raja Gowa.
Sultan Malikussaid pada tahun 1644 berupaya mendamaikannya, namun tak berhasil. La Maddarammeng bersama saudaranya La Tenriaji Tosenrima menyingkir dari Bone menuju Larompong Luwu. Tapi tahun itu juga La Maddarammeng ditangkap dan dibawa ke Gowa.
Untuk mengisi kekosongan pemimpin di Bone, maka Karaeng Pattingalloang berunding dengan Arung Pitu Bone. Dalam perundingan itu, Arung PituE menyerahkan pada Sultan sendiri. Tapi tawaran itu ditolak oleh Sultan Malikussaid dengan alasan pengangkatan Raja di Bone tidak boleh orang luar. Selanjutnya Sultan menunjuk Karaeng Pattingalloang namun Karaeng Pattingalloang juga menolaknya. Akhirnya Sultan menerima tawaran Arung PituE dan mengangkat Pamannya Karaeng Sumanna untuk menjadi Raja di Bone.
Sementara Karaeng Sumanna menjalankan roda pemerintahan dan dibantu oleh Tobala Arung Tanete (salah seorang anggota Arung PituE, tiba-tiba La Tenriaji dibantu sekutunya dari Wajo dan Soppeng melakukan pemberontakan di Bone. Akan tetapi perlawanan La Tenriaji itu sempat dipatahkan oleh prajurit Gowa, La Tenriaji kemudian ditawan dan diasingkan ke Siam (Pangkajene).
Pada tahun 1545 Sultan Malikussaid memerintahkan agar Suku Nander dan Suku lainnya di Sulawesi Sletan tunduk dibawa kekuasaan Gowa. Sayangnya, pada tahun 1615 kerajaan Gowa mengalami kekalahan terutama saat armada perangnya memimpin perlawanan terhadap Belanda di Maluku. Dalam pertempuran itu, sebanyak 40 Kapal Perang Gowa dirusak.
Dua tahun kemudian, tepatnya 5 November 1615 Sultan Malikussaid wafat dalam usianya ke-47 tahun. Beliau mengendalikan pemerintahan di Gowa selama 16 tahun. Baginda kemudian mendapat gelar anumerta “Tumenanga ri Papan Batua”.

Postingan populer dari blog ini

teks panjang Aru Tubaraniya Ri Gowa

SILSILAH RAJA-RAJA GOWA

KELONG TAU RIOLO (AGAMA)