Bambu, pertanda adat dan manfaatnya di Sulawesi Selatan


Lasugi/Alasugi/Balla yang dibangun di depan rumah (dok. pribadi)
Lasugi/Alasugi/Balla yang dibangun di depan rumah (dok. pribadi)
Masyarakat di Sulawesi Selatan menyebutnya dengan Alasugi, Lasugi, atau bahkan kadang disebut Balli. Saya mengenal nama ini sewaktu melakukan kunjungan lapangan ke Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu sebuah bangunan sederhana di depan rumah penduduk.
Rumah Panggung - Kab. Bulukumba (dok. pribadi)
Rumah Panggung – Kab. Bulukumba (dok. pribadi)
Bukan sekedar bangunan biasa, walau (hanya) terbuat dari bambu. Masyarakat menyebutnya dengan Alasugi atau Lasugi atau Balli,  adalah sebutan untuk ‘gapura’ yang terbuat berbahan dasar bambu. Dipasang didepan rumah sebagai gapura dan memiliki fungsi pertanda bahwa di rumah tersebut akan dilangsungkan suatu acara besar, yaitu pernikahan, dan pernikahan yang dilakukannya adalah yang penuh ritual dan bermartabat.
Bermartabat yang bagaimana?
Lasugi/Alasugi/Balla didalam rumah - latar belakang puade pengantin (dok. pribadi)
Lasugi/Alasugi/Balla didalam rumah – latar belakang puade pengantin (dok. pribadi)
Konon alasugi ini, sekali dipasang tidak boleh dirubuhkan hingga ia rubuh atau hancur dengan sendirinya. Karena setelah pesta pernikahan usai, Alasugi menjadi lambang bahwa di rumah itu telah dilangsungkan pernikahan – ritual adat yang dihormati dan dihargai – bahwa si empunya rumah mampu melaksanakan acara pernikahan itu, dengan cara yang baik, yang semestinya – mendapatkan jodoh yang terbaik serta dari keluarga yang baik-baik pula, dan itu adalah suatu kebanggaan tersendiri, suatu kesan yang bermartabat.
Berfoto di depan lasugi - perhatikan susunan bambu 3 rangkap sebagai tanda kebangsawanan(dok. pribadi)
Berfoto di depan lasugi – perhatikan susunan bambu 3 rangkap sebagai tanda kebangsawanan(dok. pribadi)
Ada pula ornamen bambu yang dipasang didalam rumah, selain yang diluar tersebut, yang secara tradisional melambangkan asal-usul keluarga. Saya berkesempatan bersilaturahmi dengan kawan lama yang baru melangsungkan perkawinan putri pertamanya. Berdasarkan asal-usulnya, istri kawan saya ini masih keturunan bangsawan, sehingga dibuatlah ornamen dari bambu yang menunjukkan asal usulnya. Apa itu cirinya, jika diperhatikan, nampak bahwa ornamen bambu yang disusun memiliki tiga lapis bambu – tanda kebangsawanan.
Kesan bermartabat, semartabat menggunakan bambu sebagai bahan baku pembuatan Alasugi. Ternyata menggambarkan martabat dari sudut pandang lingkungan.
Apa maksudnya?
Mari kita lihat dari bahan dasar yang digunakannya, yaitu bambu.
Mengapa Bambu? Hal itu belum terungkap secara jelas kecuali alasan mudah didapat dan mudah dalam pembuatannya, hanya saja, terlepas dari alasan yang sederhana itu, dari kacamata lingkungan, bambu memiliki manfaat yang sangat banyak, yaitu antara lain:
– Bambu yang dikategorikan sebagai HHBK (hasil hutan bukan kayu – NTFP/non timber forest product) sudah sejak lama dikenal dan digunakan oleh masyarakat, terutama masyarakat sekitar hutan dan memiliki nilai ekonomi yang dapat digunakan oleh masyarakat.
– Tanaman bambu merupakan sumber pangan, rumah tangga, mebeler, bahan pembuatan rumah, souvenir, alat musik,  hingga digunakan dalam bagian dari (upacara) ritual adat.
– Tanaman bambupun dikenal dapat digunakan sebagai tanaman untuk reboisasi, karena sifatnya yang mudah tumbuh, memiliki daya adaptasi terhadap lingkungan yang tinggi serta kemampuannya untuk menyerap air yang efektif & sumber penghasil Oksigen yang baik.
– pemanfaatan bambu bagi konstruksi bangunan tahan gempa, serta rancangan perumahan rumah sangat sederhana yang menggunakan bahan bambu untuk  tiang, dinding, kuda-kuda dan atap.
Di bagian lain di Sulawesi Selatan, masyarakat Suku Toraja memiliki rumah adat khas yang menggunakan bahan baku utama bambu. Rumah adat tersebut dinamakan tongkonan1).  Tongkonan – karena terbuat dari bambu -  memiliki sirkulasi udara yang baik serta bernilai arsitektur yang unik.
Bambu, selama budaya melibatkannya, tidak akan habis dibutuhkan keberadaannya. Budidaya bambu yang berkelanjutan menjadi penting. Melaksanakan adat yang berimplikasi positif terhadap semangat untuk melestarikan budaya dan budidaya bambu.
Makassar, 20 Juli 2012

Bugi Sumirat

Note:
1) Tongkonan berarti tempat duduk. Dalam riwayatnya, Tongkonan digunakan sebagai tempat untuk berkumpul para bangsawan suku Toraja – dalam pertemuan itu biasanya digunakan untuk mendiskusikan problema-problema yang terkait dengan adat istiadat dan lain sebagainya.

Postingan populer dari blog ini

teks panjang Aru Tubaraniya Ri Gowa

SILSILAH RAJA-RAJA GOWA

KELONG TAU RIOLO (AGAMA)