Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2014

Jejak Tun Abdul Razak di Butta Gowa

Gambar
Pada bulan November 2012 lalu, sebanyak 40 orang mahasiswa dari  Universitas Teknologi Malaysia (UTM) melakukan kunjungan ke Kabupaten Gowa. Sasaran utama penelitiannya adalah, ingin menelusuri jejak Nenek Moyang Tun Abdul Rasak di Butta Gowa. Para mahasiswa itu menginap di salah satu rumah penduduk di Desa Sengka Kec. Bontonompo   selama sepekan, Mereka juga melakukan bakti sosial di desa itu. Antusias para mahasiswa dari Malaysia untuk mengetahui nenek moyang mereka terlihat ketika mereka melakukan dialog dengan Zainuddin Tika, salah seorang penulis buku  dari Lembaga Kajian Sejarah Budaya Sulawesi Selatan , dimana salah satu  hasil karyanya  berjudul  I Mappadulung Daeng Mattimung Sultan Abdul Jalil.   Buku tersebut menceritakan  nenek moyang Tunb Abdul Razak yang pernah menjadi Raja Gowa ke 19 dan Raja Sanrobone ke 9. Menurut sejarah.  nenek moyang Tu Abdul Rasak bernama I Mapparulung Daeng Mattimung Sultan Abdul Jal

Tana Toa Tana Kamase-masea

Gambar
Desa Tana Toa sering juga diistilahkan dengan nama Tana Kamase-masea. Tana kamase-masea dalam bahasa Makassar berarti negeri yang miskin.(bersahaja) Tana Kamase-masea, bukan berarti penduduk di dalam desa itu semuanya miskin. Kehidupan masyarakat Tana Toa justru lebih banyak yang sejahtera dibanding degan masyarakat yang ada di daerah perkotaan yang banyak menempati rumah kumuh. Kamase-mase disini berarti, hidup dalam kesederhanaan dengan tetap memelihara tradisi seperti yang dianut oleh nenek moyang mereka dulu. Dalam Pasang ri Kajang disebutkan Kupalabbakkangko Tunaya Anne, Iami Tuna Kamase-masea (Saya berikan kehidupan, yakni kehidupan yang sangat sederhana). Pada bagian lain disebutkan, Sikaliji Kamase-mase, takkulleami Nipinra (sekali hidup sederhana tetap sederhana, tak bisa dirubah). Namun pada Pasang ri Kajang lainnyua, memberikan kelonggaran pada setiap warganya untuk hidup serba ada ( kaya ) tapi dengan syarat, jangan tinggal dalam kawasan Tana toa, harus

Malino berdarah

Gambar
Penulis         : Zainuddin Tika – M . Ridwan Syam Penerbit         : Pustaka Refleksi , 2006           H ari itu, 18 Desember 1946, pasukan belanda memuntahkan peluru, jerit tangis menggema dimana- m ana. Bagi para pemuda di Malino, per b uatan biadab Belanda, paling tidak harus dibayar dengan darah. Mereka bersatu mengangkat senjata dan membuat strategi di empat penjuru untuk mengepung markas belanda , m ulai dari Limbua,  B uluttana, Gantarang dan Tombolopao. Akhirnya markas belanda di Malino berhasil diporak-porandakan, termasuk markas KNIL di kota Malino.            Sebelum terjadi peristiwa yang mengerikan  itu,  Belanda yang berniat untuk menjajah kembali  bangsa Indonesia , mengambil hati rakyat Indonesia. Mereka mendatangi  seluruh rakr y at dipelosok desa, seperti halnya yang dilakukan oleh  Mr Westof yang saat itu menjadi Tuan Petoro atau residen di Malino. Kedatangannya ke Tombolo Pao untuk membagi-bagikan pa

~ Menelusuri Jejak Opu Daeng Manambung di Negeri Mempawah

Gambar
Kedatangan Opu Daeng Manambung bersama saudaranya masing-masing Opu Daeng Parani, Opu Daeng Cellak, Opu Daeng Marewa dan Opu Daeng Kamase, sungguh sangat besar artinya  bagi masyarakat di negeri Mempawah Kalimantan Barat . Betapa tidak, kedatangan kelima pendekar dari Sulawesi Selatan ini telah mampu menyelesaikan perang saudara di Kerajaan  Matang yang saat itu dipimpin oleh Sultan Zainuddin. Dari keberhasilan itu pula, Opu Daeng Manambung  diambil sebagai menantu oleh Sultan dengan mempersunting  putrinya bernama Putri Kasumba. Hingga kini  awal mula kedatangan Opu Daeng Manambung pada abad ke 17 silam di negeri itu menjadi tonggak sejarah terbentuknya Negeri Mempawah. Sebelum terbentuknya Kerajaan Mempawah, maka Kerajaan itu semula bernama Bangkule Rejakng, dimana Raja pertamanya bernama Nek Rumaga (dari suku Dayak)  dengan Ibukota berkedudukan di Bahana (sekitar 94 KM dari Mempawah). Salah seorang putra Ne’ Rumaga bernama  Patih Gumantar yang kelak menggantikannya

( DANAU MAWANG ) Menguak kembali Legenda Yang Terlupakan.....

Gambar
              Sedikit Mengupas Legenda yang hampir dilupakan oleh semua orang,   Danau Mawang   adalah sebuah Danau yang terletak di Propinsi Sulawesi Selatan, Tepatnya di Kab. Gowa, Kec. Romang Lompoa.     Menurut Legenda dari Masyarakat setempat, Danau Mawang dahulu berbentuk kerbau dan merupakan tempat meninggalnya seekor kerbau  yang sakti dan perkasa  milik salah seorang yang bernama Panre Tanrara, Kerbau ini merupakan pemberian dari Karaeng Tolo dari Jeneponto  "Karaeng adalah Sebuah Julukan dari bahasa Makassar yang berarti Raja" ,    Tak berlangsung  lama setelah Karaeng Tolo memberikan kerbau raksasa  kepada Panre Tanrara, entah mengapa Karaeng Tolo berubah fikiran, dan dalam perjalanan pulang Karaeng Tolo menyusul Panre Tanrara untuk meminta kembali kerbau raksasa tersebut, tapi untungnya Panre Tanrara memiliki Kesaktian dan mengubah Kerbau Raksasa Tersebut menjadi seekor Bangkai dan dipenuhi Lalat Raksasa, Karaeng Tolo pun mengira Kerbau Raksasa itu

Lontara Dalam Budaya Bugis Makassar

Lontara Bugis Makassar merupakan salah satu bukti bahwa sulawesi selatan memiliki kebudayaan yang tinggi. Dalam lontara, pikiran-pikiran, aktifitas, dan perilaku masyarakat terekspresi dan terekam secara abadi dan diwariskan dari generasi ke generasi. Tulisan merupakan salah satu wujud kebudayaan manusia, seperti wujud kebudayaan lainnya. Tulisan ini diciptakan lantaran adanya dorongan yang kuat dari dalan diri sang penciptanya untuk mengabadikan hasil-hasil pemikiran mereka, yang bisa mereka lihat setiap saat ataupun diwariskan ke generasi keturunannya. Tulisan ini lahir dari sebuah aksara kemudian dirumpun dan melahirkan sebuah bahasa yang memiliki makna tentang apa yang dituliskan para penulisnya. Namun, dari ratusan bahasa daerah yang tersebar dari Sabang sampai Marauke, tidak semuanya memiliki aksara untuk merekam nilai-nilai budaya yang ada di dalam masyarakat pemilik bahasa itu. Bugis-Makassar merupakan

Catatan dalam Lontara Bilang Gowa mengenai Toraja

Berikut catatan referensi dari teman di Nederland tentang Lontara Bilang' yg berhubungan dengan Toraya : 1. 12 oct thn 1632 "namamise karaenga mantama ri Toraya" tabe Karaeng Ala'Uddin 2. 19 jawl 1042 "nabattu ri Toraya karaenga anbetai Bolong nanikana marotasaki Dimaya" 3. 27 oct 1640 " namamise ri somboopu karaenga (Malikussaid) mantama ri Walenrang ma'bunduq"  4. 15 dec 1640 tabe Karaeng Malikussaid "nabattu ri Walinrang karaenga nabetana napasombai Bolong" 5. 4 sep 1683 " na malampa karaenga (Abdul Jalil) mantama ri Sanggala ma'bunduq 40 bang'ngi lampana na battu" 6. 13 jan 1686 "namaklampa tumantamaya ri Baroko ma'bunduq" 7. 6 jun 1688 " nama'lampa tumailalang karaeng JARANIKA mantama ri Toraya ma'bunduq" 8. 16 des 1689 "nama'lampaq karaeng ta ri manggaliq mantama ri Toraya ma'bunduq 9. 3 dec 1702 " na battu mo tumantamayya ri Toraya 173

Sejarah Maros

Gambar
Pada awalnya, di daerah Maros hanya terdapat sebuah kerajaan yg cukup besar bernama Kerajaan Marusu dengan batas batas meliputi: bagian selatan berbatasan dgn kerajaan Gowa/Tallo,bagian utara berbatasan dengan Binanga Sangkara’ ( batas kerajaan Siang),bagian timur berbatsan dengan daerah pegunungan ( Lebbo’ Tangngae )dan pada bagian baratnya berbatasan dengan Tallang Battanga ( Selat Makassar ). Kerajaan Marusu pada waktu itu,hidup berdampingan dengan damai dgn kerajaan kerajaan tetangga ,seperti Gowa, Bone ,luwu dll.keadaan tersebut, berlangsung terus menerus hingga masuknya intervensi Kompeni Belanda.seiring kekalahan kerajaan Gowa/ Tallo dibawah pemerintahan I Mallombassi Dg Mattawang Karaeng Bonto Mangngape’ atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Hasanuddin oleh Kompeni Belanda dibawah pimpinan Admiral Speelman. Dimana ,atas kekalahannya tersebut Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani suatu perjanjian perdamaian pada tgl 18 November 1667 yg dinam