Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2014

Gerakan Batara Gowa I Sangkilang (1776 M)

Gambar
Ilustrasi wajah I Sangkilang. Sumber: Yayasan Mappatuju Makassar Pada masa kekuasaan Amas Madina (1753–1767 M) timbul usaha untuk bersatu menentang VOC. Baik Gowa maupun Bone  menganggap VOC telah terlalu banyak campur tangan  dalam hidup dan kehidupan kerajaan-kerajaan yang ada. Hal itu tampak ketika Raja Bone, La Temmassonge Datu Baringeng (1742-1775), mengusulkan untuk memberikan gelar “Batara” kepada Amas Madina. Akhirnya, pejabat tinggi Kerajaan Gowa dan Bate Salapang (Dewan Kerajaan) mengukuhkan gelar “Batara”  kepada Amas Madina”, pada bulan Juni 1758. Pemberian gelar itu diharapkan dapat mengembalikan masa kejayaan Kerajaan Gowa di masa lalu, karena gelar Batara mengandung arti Tuhan atau Dewa. Pada tanggal 2 Agustus 1766, Batara Gowa Amas Madina meninggalkan Gowa menuju Bima, Sumbawa. Kepergian Amas Madina tanpa pemberitahuan sama sekali, sehingga menimbulkan pertanyaan besar bagi pembesar Kerajaan Gowa. Dilakukan upaya untuk mencari dan membuj

Pesan-pesan Kepemimpinan dalam Lontara Makassar

Kedudukan pemimpin serta rakyat Pemimpin dalam lontara diibaratkan sebagai Angin (anging), Air (je’ne), juga sebagai Jarum (jarung). Adapun rakyat diibaratkan sebagai Daun (leko’ kayu), Batang Pohon (batang kayu), Benang (bannang panjai’). Hal ini dapat dilihat dalam ungkapan : 1) Anging na leko’ kayu ; anginmako na ikambe leko kayu, miri’ko anging namarunang leko’ kayu. Artinya Raja atau pemimpin di ibaratkan sebagai angin dan rakyat diibaratkan sebagai daun. Dimana angin berhembus nampak daun bergoyang mengikuti arah angin. 2) Je’ne na batang mammayu ; je’nemako ikau na ikambe batang mammayu, solongko je’ne namammayu batang kayu. Artinya Raja/ Pemimipin diibaratkan sebagai air dan rakyat di ibaratkan sebagai batang yang hanyut. Kemana air mengalir kesana pula batang akan hanyut. Apa kehendak Raja/ Pemimpin rakyat akan patuh. 3) Jarung na bannang panjai’ ; jarungmako Ikau na ikambe bannang panjai, ta’leko jarung namminaw

Bunga-Bunganna Bantaeng

oleh Atte ShernyliaMaladevi ( Catatan ) pada 24 Desember 2012 pukul 11:09 Baine Mangkasara' Nilassukang ri butta malabbiri' Nikalimbu' lipa' cura' labba' karru'na anynyukke pakkebbu'na lino rua lima caddina angngangkang se're kana tojeng na ruai Karaeng na, ka nasaba' pakkio'na Karaengna "Oh anak Lolo.. Assulu'mako ri lino ku" Nalassu'mo A'lino.. Ni pakalompo ri tanning atinna amma'na lalang kulambu kebo' ri toeng kelong pasang-pasang tau riolo Anak Dara anjari Bunga masagala attoa' ri tontonganna Balla Lompoa ammake baju labbu kamummu' a'bongong labbu, sumanga'na Sitti fatimah na pake sioro'na mata alloa rimatanna bulang na bintoeng takkulle anrapi' muri-murinna, Anjari bunga kebo' nasaba' kebo'na atinna cinna na tu ma'buttayya tassillompo pangngainna ri Karaengna Anjarimi Baine si tojeng-tojengna Baine Si

Misteri Tujua Ri Galesong

Gambar
Kuburannya Banyak Dikunjungi Orang Cina Di Sulawesi Selatan, kita mengenal Tujua ri Karebosi, Wali Tujua, dan Tujua ri Galesong. Setelah Tujua di Karebosi terungkap pada majalah MITOS edisi pertama, kita coba mengungkap seputar misteri yang menyelimuti Tujua ri (di) Galesong. Karena sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa makam Tujua ri Karebosi adalah juga makam Tujua ri Galesong. Padahal itu keliru. Makam Tujua, atau masyarakat setempat menyebutnya Karaeng Tujua ri Galesong, terletak di Dusun Bayoa, Desa Galesong Kota, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar. Lebih kurang sekitar 20 km dari kota Makassar, dengan jarak tempuh sekitar setengah jam melalui perjalanan dari pusat perbelanjaan GTC Tanjung Bunga. Kecamatan Galesong yang berpenduduk sekitar 60 ribu jiwa, yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Dusun Bayoa sendiri yang kebetulan berada di kota kecamatan, merupakan daerah pesisir pantai. Di daerah inila

Pesan Pesan dalam Lontara Makassar

Pesan Pesan-wasiat (Pappasang), syair serta ilmu para panrita (ilmuwan) orang Makassar dahulu kala ditulis dalam daun lontara. Karya tulis para panritata (ilmuwan) perlu kita tulis ulang, diresapi maknanya dan diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari karena dalam tulisan Lontara Makassar banyak mengandungkan hikmah yang sangat luarbiasa. Boyai rikalukua Rikalongkong ta'genoa Ilalang mintu sikeddeka namalabbang Artinya: Carilah Rezeki yang halal dan berkah. Carilah ilmu yang bemanfaat dan aplikasikan/amalkan untuk kebahagian kita dunia dan akhirat. Boya ka ri taenaku, assenga rimania'kku, niaja' antu namanassa taenaku. Ia pa nappakaramula punna latappumo' Pappasangna Karaeng Ta Data  Artinya: Carilah aku dalam ketiadaan, kenallah dalam keberadaanku, aku sesungguhnya ada, namun yang jelas aku tiada, baru aku kembali  bila telah dilupakan orang. Pesan Karaeng Ta Data Dikutip dari http://www.daengrusle.net/karaeng-ta-data-ratu-adil-dari-m

Datuk Ri Paggentungang

Gambar
Sembahyang di Bawah Daun Pisang Desa Tamarunang Kec. Somba Opu, Gowa. Poros Malino 4 km dari Sungguminasa, terdapat makam ulama besar Sulawesi Selatan yang hidup pada abad ke 16. Para peziarah yang datang ke makam ini, cukup banyak berasal dari berbagai daerah. Itulah makam Datuk Ri Paggetungang. Makam Datuk dikelilingi sejumlah makam lainnya yang merupakan makam keturunannya. Bangunan permanen yang menaungi makam Datuk berwarna putih beratap genteng merah, luas bangunan berukuran 5 x 7 m2. Datuk bernama asli Srinaradireja bin Abd. Makmur. Tapi lebih terkenal dengan I Dato (Datuk) Ri Paggentungang. Sang Wali hidup di zaman raja Gowa ke 14. I Mangarangi Daeng Manrabbia Sultan Alauddin, yang merupakan Raja Gowa yang pertama memeluk agama Islam pada hari Jumat 22 September 1660, dan diislamkan oleh Khatib Tunggal Abdul Makmur (Datuk Ribandang), ulama yang berasal dari Kota Kahu, Minangkabau. Di dalam Makam terdapat pula dua makam yag bersebel

Karaeng Ta Data, Raja Yang Menghilang Secara Ghaib

Gambar
Karaeng Ta Data, atau Abubakar Karaeng Ta Data Bin Amas Madina Batara Gowa, raja Gowa yang ke XXVl (26), oleh masyarakat umum dikenal dengan nama Karaeng Sayangnga ri Beba (Raja yang gaib di Beba). Sewaktu berumur 8 tahun, ayahnya wafat dalam keadaan bergerilya menentang kekuasaan VOC dan pasukan raja Gowa yang ditunjuk VOC. Mendengar wafatnya Batara Gowa, sebagian besar rakyat Gowa memilih Karaen Ta Data sebagai pemimpin perjuangan melawan VOC, walaupun dia masih belia. Karena banyaknya orang yang berjuang mengatas-namakan titisan Batara Gowa, Karaeng Ta Data tampil di kerajaan Gowa tahun 1798. Dan memaklumatkan dirinya sebagai Sombayya ri Gowa menggantikan ayahnya, Batara Gowa, atas desakan sebagian besar rakyat Gowa. I Mannawari Kr. Bontolangkasa Sultan Abdul Hadi sebagai Raja Gowa pada waktu itu, dan dibantu oleh pasukan VOC, kemudian memerangi Karaeng Ta Data. Karena mendapat tantangan dari VOC, maka dia berangkat ke Ambon dan Flores untuk

Mitos Lontara’na Karaeng Ta Data Menyebut-nyebut Karebosi

Mitos ini berkembang setelah peristiwa kegaiban yang dialami Abubakar Karaeng Ta Data. Ada yang mempercayai bahwa ini bukan mitos akan tetapi merupakan fakta bakal kembalinya Karaeng Ta Data, yang disampaikan oleh para pengikut Karaeng Ta Data yang menyaksikan langsung peristiwa kegaiban Karaeng Ta Data. Adapun pesan ini ditulis dalam bahasa Makassar yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, agar dapat dimengerti oleh pembaca. Isinya antara lain sebagai berikut : Karaeng Ta Data, tuanku yang punya negeri, bila tiba saatnya kamu kembali nanti, maka akan baiklah kehidupan manusia. Dia yang pergi sewaktu runtuhnya Gowa dan bila kembali kelak maka akan utuhlah Gowa kembali. Sekarang ini dia sudah berjalan berkeliling tetapi tak tampak oleh manusia. Kalau dia akan menampilkan dirinya, dia akan tampak di Karebosi. Sekarang ini

Raja-Raja Sanrobone (KaraEng Sanrobone)

Daftar Raja-Raja yang pernah memerintah di Sanrobone (KaraEng Sanrobone) : 1. PANCABILLUKA (seorang yg berasal dari khayangan yg turun ke bumi yg kemudian memerintah sanrobone), 2. TUNIJALLOKA RI PARANGNA, 3. KARAENG MASSAWAYA (tahun 1565) gugur barsama Raja Gowa ke 11 "I TUNIBATTE" pada waktu menyerang Bone, 4. TUNIBOSARA, 5. TUMENANGA RI PARANGLAKKENNA, 6. I PANUSURANG DAENG MANASSA TUMENANGA RI CAMPAGANA (saudara ipar dari Raja Gowa ke 14 "SULTAN ALAUDDIN", 7. KARAENGA I PUCU, 8. SANRA KARAENG BANYUAYARA "I TANIJE'NE", ayah mertua dari Raja Gowa ke 16 "SULTAN HASANUDDIN", 9. I MAPPADULUNG DAENG MATTIMUNG KARAENG CAMPAGAYA SULTAN ABDUL JALIL, yang kemudian jadi raja Gowa ke 19, 10.RAJA-PUTRI YATATOJENG KARAENG BONTOMAJANNANG(adik dari Raja Sanrobone ke 9) , 11.PAKANNA KARAENG PANGKAJE'NE (Putra dari suami istri Raja Bima MBLU dan Karaeng Bontoje'ne), 12.TUMENANGA RI MASIGI'NA (putr

Karaeng Ta Data, Ratu Adil dari Makassar

Karaeng Ta Data, atau Abubakar Karaeng Ta Data Bin Amas Madina Batara Gowa, raja Gowa yang ke XXVl (26), oleh masyarakat umum dikenal dengan nama Karaeng Sayangnga ri Beba (Raja yang gaib di Beba). Sewaktu berumur 8 tahun, ayahnya wafat dalam keadaan bergerilya menentang kekuasaan VOC dan pasukan raja Gowa yang ditunjuk VOC. Mendengar wafatnya Batara Gowa, sebagian besar rakyat Gowa memilih Karaen Ta Data sebagai pemimpin perjuangan melawan VOC, walaupun dia masih belia. Karena banyaknya orang yang berjuang mengatas-namakan titisan Batara Gowa, Karaeng Ta Data tampil di kerajaan Gowa tahun 1798. Dan memaklumatkan dirinya sebagai Sombayya ri Gowa menggantikan ayahnya, Batara Gowa, atas desakan sebagian besar rakyat Gowa. I Mannawari Kr. Bontolangkasa Sultan Abdul Hadi sebagai Raja Gowa pada waktu itu, dan dibantu oleh pasukan VOC, kemudian memerangi Karaeng Ta Data. Karena mendapat tantangan dari VOC, maka dia berangkat ke Ambon dan Flores untuk berlindung kepada pej